13.4.15
11.3.15
Sinopsis Film: After The Fall
Bill seorang agen
asuransi baru saja dipecat dari pekerjaannya. Bukan karena kesalahan dalam
bekerja atau buruknya kinerja, ia bahkan dua kali mendapat penghargaan karyawan
teladan dari perusahaan. Ia dipecat karena kejujuran dan keuletannya. Setiap
klaim yang diajukan oleh pemegang polis kepadanya selalu berhasil didapatkan.
Perusahaan merasa dirugikan atas kelakuan Bill yang seperti itu.
Ia tinggal di sebuah rumah mewah di perumahan di tengah gurun bersama istri dan kedua orang anaknya. Sebuah kolam renang di halaman rumah dimanfaatkannya untuk bersenang-senang bersama keluarganya. Anaknya sangat senang dengan kolam itu, apalagi jika ayahnya menjanjikan untuk bermain bersama di sana.
Tanpa ada penghasilan tetap membuat Bill sering berurusan dengan penagih hutang. Tiap hari ia menjual barang-barang bekas, banyak dari barang itu adalah kesayangan dan pemberian ayahnya. Kekacauan bertambah dengan seringnya ia mendapat surat teguran dari sekolah anaknya yang suka menyontek.
Suatu malam ia berjalan ke tengah gurun. Dilihatnya coyote sekarat dengan isi perut berceceran keluar. Ia kembali ke rumahnya untuk mengambil pistol dan menembak mati coyote itu. Paginya ia kuburkan coyote itu lalu berhenti sejenak di bawah pohon. Bill kelihatan memikirkan sesuatu sambil memandangi pistol yang digunakannya untuk membunuh coyote semalam.
Saat pulang Bill mampir untuk mengambil minum dari sebuah pompa di pinggir jalan. Pompa air sudah tak bisa digunakan atau air sedang kering. Bill masuk ke sebuah rumah yang terbuka menuju kran air di dalam rumah. Bill mendegar desahan wanita di ruangan lain. Penasaran, Bill menghampiri ruangan itu dan melihat sepasang manusia berdiri berlawanan bersandar meja tanpa celana. Kedua orang itu kaget melihat Bill yang tiba-tiba ada di depan mereka dengan sebuah senapan. Sang pria memberikan dompetnya kepada Bill. Dengan ragu, Bill menerima dompet itu, mengambil uangnya, lalu hanya meletakkan saja dompetnya.
Sebelum pergi, Bill bertanya pada kedua orang tadi, “seharusnya .. aku mengikatmu atau bagaimana kan?”
“Tidak perlu, tidak ...”
Bill pulang bersama perasaan yang bercampur. Sejak saat itu, Bill mulai terbiasa dengan perampokan.
Di tempat permainan bowling, Bill bertemu dengan Frank yang nanti akan menjadi sahabat dekatnya. Pertemuannya di awali ketika teman Bill membuat kekacauan di arena bowling, dan Frank memberikan uang damai kepada pemilik arena.
Bill sering duduk bersama Frank, sekedar berbincang sambil minum bir. Frank seorang polisi yang meragukan keadilan.
Seorang pemilik swalayan memperlakukan pegawainya tanpa perasaan. Bill yang sering belanja di tempat itu dan kenal dengan karyawan tersebut, merasa tidak nyaman dengan perlakuan majikan tadi. Malamnya, Bill memberikan pelajaran kepada pemilik swalayan itu dengan merampok uang dalam cash register, saat semua karyawan sudah pulang dan hanya tinggal pemiliknya. Sejak saat itu, perlakuan majikan telah berubah.
Frank sangat dekat dengan Bill, bersantai, bermain bersama, bahkan ia diundang untuk makan bersama keluarga Bill.
Lama kelamaan istri Bill mulai meragukan ucapan Bill bahwa ia masih bekerja di perusahaan asuransi. Ia membuntuti Bill dan menemukan bahwa Bill sudah tak bekerja di sana.
Frank melihat sebuah pengumuman di layar monitor kantornya. Seorang berusia 30-an, kaukasian, dengan sketsa wajah yang nampaknya ia kenal. Kasus itu menjadi terkenal di kantor Frank.
Melihat ciri-ciri yang sudah tak diragukan lagi bahwa itu adalah temannya, Frank memanggil Bill untuk sedikit menasehatinya.
Istri Bill mulai mengetahui apa yang disembunyikan Bill tentang perampokan yang dilakukannya selama ini. Ia pergi dari rumah bersama kedua anaknya, ke rumah orang tuanya.
Bill mulai frustasi dengan berbagai hal yang terjadi. Ia pergi ke kolam tempat ia bermain bersama anaknya. Dimasukkannya zat azam ke dalam kolam, yang ia kemudian memasukkan dirinya. Tubuhnya terbakar oleh reaksi larutan itu.
Anaknya yang tidak betah ingin bertemu ayahnya mengajak ibunya untuk pulang kembali. Bill senang dapat bertemu keluarganya lagi.
Bill menjual rumah mewahnya, namun belum ada yang mau membelinya.
Kolam renang sudah Bill tutupi dengan pasir. Anak-anak Bill memandangi kolam itu dan merebahkan dirinya di atas pasirnya. Bill mengambil selang air dan menyemprotkannya ke anak dan istrinya, mereka bahagia bermain lagi.
Bill membaca koran. Di salah satu kolomnya termuat telah tertangkapnya seorang perampok.
Bill pergi ke rumah seorang anak yang diketahuinya adalah anak permapok tersebut.
Bill berkata pada istrinya bahwa ada seorang yang merampok sebuah pom bensin, namun di pengadilan ia didakwa atas apa yang Bill telah lakukan selama ini. Bill bingung apa yang harus ia lakukan.
“Tak ada, tak ada yang bisa kau lakukan. Dia seorang penjahat, dia akan masuk penjara. Ini tak ada hubungannya denganmu. Kau juga punya anak. Ini keluarga kita Bill. Ini sudah berakhir.”
Bill pergi ke rumah anak itu lagi dengan membawa sebuah kado yang diletakkan di depan rumah anak itu. Ia dibuntuti Frank. Frank menyuruh Bill untuk minggir dengan sirine polisinya.
“Kau pikir tidak terlalu awal untuk bermain santa clauss?”
“Apa?” tanya Bill.
“Jangan bodoh, kita berdua tahu apa yang sedang terjadi.”
“Aku senang ini terjadi, aku ingin memberitahumu sesuatu.”
“Tidak! Tak ada yang terjadi jika kau tak memberitahuku. Kau tidak melakukan apapun!” bentak Frank. “Apa yang mau kau lakukan, kau mau menghancurkan keluargamu? Ini kacau sekali, kau ingin mengacaukannya sekali lagi? Pergi Bill, temui keluargamu!” lanjut Frank.
Di depan kantor polisi, Bill menghentikan mobilnya. Lama ia memandangi kantor itu dari balik kaca di dalam mobilnya.
Ia tinggal di sebuah rumah mewah di perumahan di tengah gurun bersama istri dan kedua orang anaknya. Sebuah kolam renang di halaman rumah dimanfaatkannya untuk bersenang-senang bersama keluarganya. Anaknya sangat senang dengan kolam itu, apalagi jika ayahnya menjanjikan untuk bermain bersama di sana.
Tanpa ada penghasilan tetap membuat Bill sering berurusan dengan penagih hutang. Tiap hari ia menjual barang-barang bekas, banyak dari barang itu adalah kesayangan dan pemberian ayahnya. Kekacauan bertambah dengan seringnya ia mendapat surat teguran dari sekolah anaknya yang suka menyontek.
Suatu malam ia berjalan ke tengah gurun. Dilihatnya coyote sekarat dengan isi perut berceceran keluar. Ia kembali ke rumahnya untuk mengambil pistol dan menembak mati coyote itu. Paginya ia kuburkan coyote itu lalu berhenti sejenak di bawah pohon. Bill kelihatan memikirkan sesuatu sambil memandangi pistol yang digunakannya untuk membunuh coyote semalam.
Saat pulang Bill mampir untuk mengambil minum dari sebuah pompa di pinggir jalan. Pompa air sudah tak bisa digunakan atau air sedang kering. Bill masuk ke sebuah rumah yang terbuka menuju kran air di dalam rumah. Bill mendegar desahan wanita di ruangan lain. Penasaran, Bill menghampiri ruangan itu dan melihat sepasang manusia berdiri berlawanan bersandar meja tanpa celana. Kedua orang itu kaget melihat Bill yang tiba-tiba ada di depan mereka dengan sebuah senapan. Sang pria memberikan dompetnya kepada Bill. Dengan ragu, Bill menerima dompet itu, mengambil uangnya, lalu hanya meletakkan saja dompetnya.
Sebelum pergi, Bill bertanya pada kedua orang tadi, “seharusnya .. aku mengikatmu atau bagaimana kan?”
“Tidak perlu, tidak ...”
Bill pulang bersama perasaan yang bercampur. Sejak saat itu, Bill mulai terbiasa dengan perampokan.
Di tempat permainan bowling, Bill bertemu dengan Frank yang nanti akan menjadi sahabat dekatnya. Pertemuannya di awali ketika teman Bill membuat kekacauan di arena bowling, dan Frank memberikan uang damai kepada pemilik arena.
Bill sering duduk bersama Frank, sekedar berbincang sambil minum bir. Frank seorang polisi yang meragukan keadilan.
“Moralitas sebuah ilusi. Kita menciptakan tuhan untuk menahan diri kita masing-masing, dan menghajar satu sama lain sampai mati bersama kumpulan kita sendiri. Itu tak diperbolehkan lagi, jadi kita sekarang memiliki polisi dan senjata, kursi listrik dan penjara. Ini semua omong kosong, hanya ketakutan yang membuat kita sejalan. Tak ada dosa, tak ada kebajikan. Hanya sesuatu yang orang-orang kerjakan,” nasehat Frank.
Seorang pemilik swalayan memperlakukan pegawainya tanpa perasaan. Bill yang sering belanja di tempat itu dan kenal dengan karyawan tersebut, merasa tidak nyaman dengan perlakuan majikan tadi. Malamnya, Bill memberikan pelajaran kepada pemilik swalayan itu dengan merampok uang dalam cash register, saat semua karyawan sudah pulang dan hanya tinggal pemiliknya. Sejak saat itu, perlakuan majikan telah berubah.
Frank sangat dekat dengan Bill, bersantai, bermain bersama, bahkan ia diundang untuk makan bersama keluarga Bill.
Lama kelamaan istri Bill mulai meragukan ucapan Bill bahwa ia masih bekerja di perusahaan asuransi. Ia membuntuti Bill dan menemukan bahwa Bill sudah tak bekerja di sana.
Frank melihat sebuah pengumuman di layar monitor kantornya. Seorang berusia 30-an, kaukasian, dengan sketsa wajah yang nampaknya ia kenal. Kasus itu menjadi terkenal di kantor Frank.
Melihat ciri-ciri yang sudah tak diragukan lagi bahwa itu adalah temannya, Frank memanggil Bill untuk sedikit menasehatinya.
Istri Bill mulai mengetahui apa yang disembunyikan Bill tentang perampokan yang dilakukannya selama ini. Ia pergi dari rumah bersama kedua anaknya, ke rumah orang tuanya.
Bill mulai frustasi dengan berbagai hal yang terjadi. Ia pergi ke kolam tempat ia bermain bersama anaknya. Dimasukkannya zat azam ke dalam kolam, yang ia kemudian memasukkan dirinya. Tubuhnya terbakar oleh reaksi larutan itu.
Anaknya yang tidak betah ingin bertemu ayahnya mengajak ibunya untuk pulang kembali. Bill senang dapat bertemu keluarganya lagi.
Bill menjual rumah mewahnya, namun belum ada yang mau membelinya.
Kolam renang sudah Bill tutupi dengan pasir. Anak-anak Bill memandangi kolam itu dan merebahkan dirinya di atas pasirnya. Bill mengambil selang air dan menyemprotkannya ke anak dan istrinya, mereka bahagia bermain lagi.
Bill membaca koran. Di salah satu kolomnya termuat telah tertangkapnya seorang perampok.
Bill pergi ke rumah seorang anak yang diketahuinya adalah anak permapok tersebut.
Bill berkata pada istrinya bahwa ada seorang yang merampok sebuah pom bensin, namun di pengadilan ia didakwa atas apa yang Bill telah lakukan selama ini. Bill bingung apa yang harus ia lakukan.
“Tak ada, tak ada yang bisa kau lakukan. Dia seorang penjahat, dia akan masuk penjara. Ini tak ada hubungannya denganmu. Kau juga punya anak. Ini keluarga kita Bill. Ini sudah berakhir.”
Bill pergi ke rumah anak itu lagi dengan membawa sebuah kado yang diletakkan di depan rumah anak itu. Ia dibuntuti Frank. Frank menyuruh Bill untuk minggir dengan sirine polisinya.
“Kau pikir tidak terlalu awal untuk bermain santa clauss?”
“Apa?” tanya Bill.
“Jangan bodoh, kita berdua tahu apa yang sedang terjadi.”
“Aku senang ini terjadi, aku ingin memberitahumu sesuatu.”
“Tidak! Tak ada yang terjadi jika kau tak memberitahuku. Kau tidak melakukan apapun!” bentak Frank. “Apa yang mau kau lakukan, kau mau menghancurkan keluargamu? Ini kacau sekali, kau ingin mengacaukannya sekali lagi? Pergi Bill, temui keluargamu!” lanjut Frank.
Di depan kantor polisi, Bill menghentikan mobilnya. Lama ia memandangi kantor itu dari balik kaca di dalam mobilnya.
18.2.15
25.12.14
Merayakan Kontroversi
Bukan kebenaran sebenarnya yang kita
cari
sudah terlalu lama ia kita nodai.
sudah terlalu lama ia kita nodai.
Entah masih pantaskah mulut kotor kita
menyebutnya
ludah kita penuh menutup keindahan wajahnya.
Lagi - lagi kontroversi itulah yang kita
sukai
mengaburkan kebenaran demi kesenangan diri.
Kebenaran memang sudah kabur, tapi bukan
kita seharusnya yang pantas untuk mengaburkannya.
Sudah dari dulu ia demikian adanya,
begitu setidaknya bagi kita.
begitu setidaknya bagi kita.
Di sini, kita berdebat mati - matian
seolah kita konsisten terhadapnya.
Tapi di sana, kita membagi dua diri
kita, melupakan apa yang telah kita gebu - gebukan sebelumnya.
Karena memang bukan seperti yang di
tempat pertamalah diri kita.
Juga bukan seperti yang kita bawakan di
tempat selanjutnya.
Diri kita hanyalah apa yang seenaknya
saja kita ingin dilihat tentang diri kita.
Jadi perdebatan kita hanyalah
omong kosong belaka.
omong kosong belaka.
Maka mari kita junjung tinggi dan
rayakan kontroversi.
23.11.14
Lapisan Makna
Diperlukan manusia tangguh untuk menghadapi kerasnya alam
kehidupan. Bukan urusan kita mengetahui tujuan keberadaan. Ia bergerak menggebu
kadang tenang dengan bahasanya sendiri, bahasa yang entah maknanya berharga
atau tidak bagi kita. Yang berharga, yang bermakna tentunya berbeda bagi setiap
jenis tingkat kehidupan. Berbeda lingkungan, berbeda keadaan, berbeda aturan
main, berbeda rasa, berbeda kuasa, maka berbeda makna. Itu bukan urusan kita.
Menjadi manusia tangguh adalah urusan kita, tujuan yang kita
buat sendiri. Tentunya mungkin ada tujuan yang lebih besar lagi, tapi tujuan
besar itu tak disampaikan kepada kita, kepada satu-satunya kita, bukan melalui
politik atau kekuasaan imperium, kredo-kredo, mitos, doktrin juga dogma, maka
kita buat tujuan itu sendiri.
Seperti ketika seseorang terbangun di sebuah kereta yang
beberapa gerbongnya pengap, kotor, penuh bau, beberapa lainnya penuh keindahan
serta kenikmatan, padahal dia tak menginginkan keberadaan dirinya di dalam
kereta itu. Entah karena apa tiba-tiba dia terbangun saja di kereta itu. Kereta
yang mengangkut banyak barang, banyak orang. Tak ada yang tahu kereta itu akan
membawa mereka kemana. Tak ada cara untuk keluar darinya.
Hari-hari berlalu, orang itu menghabiskan waktunya bertanya
kepada setiap penumpang kereta. Penumpang kereta terbagi kepercayaannya dengan
beberapa spekulasi yang dibuat oleh pemimpin kelompoknya. Namun sebenarnya,
kepercayaan itu tak terlalu mereka hiraukan. Mereka malah lebih disibukkan
berebut gerbong nyaman yang penuh kenikmatan.
Orang itu tak puas dengan spekulasi beberapa kelompok penumpang kereta. Sepertinya kereta itu dibuat sedemikian canggihnya, tak sesederhana pemikiran kelompok-kelompok itu yang sebenarnya idenya hampir sama. Seperti satu kelompok memodifikasi ajaran kelompok lain hingga muncul banyak kelompok yang idenya bercabang seperti pohon.
Orang itu tak puas dengan spekulasi beberapa kelompok penumpang kereta. Sepertinya kereta itu dibuat sedemikian canggihnya, tak sesederhana pemikiran kelompok-kelompok itu yang sebenarnya idenya hampir sama. Seperti satu kelompok memodifikasi ajaran kelompok lain hingga muncul banyak kelompok yang idenya bercabang seperti pohon.
Akhirnya, setelah lama mencari tahu tujuan kereta itu akan
membawanya kemana, ia memilih untuk menghentikan pencariannya. Sedikit
pengalamannya berada di kereta dipakainya untuk bertahan di sana. Ia nyaman
saat bisa menolong orang-orang yang menderita. Ia banyak tahu hal-hal yang
berkaitan dengan keadaan di dalam kereta karena penjelajahannya di tiap gerbong
memberikan pengalaman lebih daripada orang lain yang hanya diam di suatu
gerbong. Orang berkuasa lebih memilih kereta yang nyaman sedang orang lemah
harus bisa menerima gerbong busuk penuh bau.
Ia dekat dengan orang-orang berkuasa yang sudah bisa membuat
berbagai macam kenikmatan lain, karena kebutuhan dasarnya telah terpenuhi,
kemudian mengajarkannya kepada orang-orang lemah membuat hal-hal baru seperti
halnya orang berkuasa. Ia menikmati kegiatannya. Ia tak menghiraukan lagi
kemana kereta itu akan membawanya atau untuk apa ia tiba-tiba dimasukkan ke
dalam kereta itu. Ia juga tak menghiraukan kepercayaan penumpang lain yang
terbagi dalam kelompok-kelompok dengan spekulasi dari peimpinnya, karena
pengalamannya mengatakan kecanggihan kereta itu akan cacat jika dijelaskan
dengan keremehan dogma-dogma para pemimpin yang terlalu manusiawi.
Ia percaya kereta akan membawa kepada tujuan yang baik karena
pengalamannya di dalam kereta membawanya pada berbagai macam warna keindahan,
perpaduan indah antara kebaikan dan keburukan, permainan-permainan, kepalsuan
kejujuran, rasa dosa dengan solusi pengampunan, dan kecanggihan-kecanggihan
lain.
Jika kereta dibuat oleh pembuatnya diperuntukkan bagi penumpang
yang hendak berpindah tempat, maka kitalah keretanya, bukan penumpang sebagai
tujuan dibuatnya kereta oleh pembuat kereta, kita alatnya bukan pemakainya. Kita
lah pesan yang dikirim oleh komunikator kepada komunikan. Untuk
kemudian siapa komunikator dan siapa komunikannya, apakah ia satu, jangan
ditanya.
20.11.14
Alamiah
Satu permainan
banyak pemain
bermacam aturan main.
banyak pemain
bermacam aturan main.
Kadang bersinggungan
muncul kontradiksi
rasa bersalah
kemuakan.
muncul kontradiksi
rasa bersalah
kemuakan.
Siapa bertahan dia pemenang
yang tak kuat jadi pecundang.
yang tak kuat jadi pecundang.
Pecundang kadang pemenang
pemenang kadang pecundang
bagaimanapun aturan bersinggungan.
pemenang kadang pecundang
bagaimanapun aturan bersinggungan.
Bukan masalah, itu alamiah.
Semakin banyak pemain
semakin banyak masalah
itu alamiah.
semakin banyak masalah
itu alamiah.
Alamiah itu mainan
suatu permainan.
suatu permainan.
Harapan mainan lain
hanya harapan
bermacam harapan
hanya harapan.
hanya harapan
bermacam harapan
hanya harapan.
Semua tetap jalan
tak ada pilihan.
tak ada pilihan.
31.10.14
Keajaiban-Keajaiban Kecil
Mereka tersebar di sekitar kita.
Menghinggapi tubuh kita dari berbagai penjuru.
Seperti kumpulan kunang-kunang di persemakan
bermain main beterbangan.
Menghinggapi tubuh kita dari berbagai penjuru.
Seperti kumpulan kunang-kunang di persemakan
bermain main beterbangan.
Kita malah mendongak jauh keatas
melompat-lompat menggapai taburan bintang
tak menghiraukan keindahan di sekitaran.
Kabut gelap pun datang, kunang-kunang jauh terbang.
melompat-lompat menggapai taburan bintang
tak menghiraukan keindahan di sekitaran.
Kabut gelap pun datang, kunang-kunang jauh terbang.
Sungguh kini keajaiban
benar-benar hilang.
Kepekaan dan ketakjuban
telah punah
dari hadapan masyarakat
peralihan.
Gemerlap sinar buatan
memekakkan mata
mematikan rasa.
18.10.14
Fundamental Words
"Cause we are just the monkeys, who fell out of the trees when we were trying to fly" -Keane-
" . . . to see things as they are, to observe things as they are, and to let everything go as it goes” -Shunyru Suzuki-
“Where the myth fails, human love begins. Then we love a human being, not our dream, but a human being with flaws.” -Anaïs Nin-
"In this spoken world, the only truth is nothing is true, one thing is just more elegant than another. Everything is unique, there are no two or more things really the same. When we abstract objects or events, we simply create a new thing that is not the object or the event. Learning from one person or a point of view will not be better than learning from a variety of things. Elegance of understanding (truth) did not come from one person or a point of view. Together, we construct it, forever. " -Me-
" . . . to see things as they are, to observe things as they are, and to let everything go as it goes” -Shunyru Suzuki-
“Where the myth fails, human love begins. Then we love a human being, not our dream, but a human being with flaws.” -Anaïs Nin-
"In this spoken world, the only truth is nothing is true, one thing is just more elegant than another. Everything is unique, there are no two or more things really the same. When we abstract objects or events, we simply create a new thing that is not the object or the event. Learning from one person or a point of view will not be better than learning from a variety of things. Elegance of understanding (truth) did not come from one person or a point of view. Together, we construct it, forever. " -Me-
live . learn . create . love . left
experience . reason . freedom
don't be afraid i'll see it myself
--- ~ ---
15.10.14
Serakan
Sudah sekian lama saya bergulat dengan quran, mengambil dan membuang beberapa serakan cabang kemudian mengumpulkannya. Namun, saya tak kunjung puas mendapatkan susunan yang selaras dengan pohon - pohon lain di alam ini. Akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan apa yang telah saya buat.
Cara saya mengumpulkan dan membuang serakan cabang saya sendiri memang ditentang oleh banyak orang, jika mereka tahu. Saya tak menghiraukan mereka, mereka saja hanya mengambil buah yang muncul dari serakan cabang yang telah disusun sebelumnya tanpa mengetahui untuk apa serakan itu disusun dan bagaimana latar belakang penyusunnya.
Sekarang, saya malah lebih mendapat pemandangan indah walau tanpa menyusun serakan cabang, yaitu dengan memandang batang besar terbengkalai yang kerap dilupakan. Batang yang masih melekat akar - akar mati padanya. Serakan cabang dan batang besar sekarang sudah seperti pohon - pohon yang lain di alam ini, betapa indahnya.
Islam, oleh pendirinya, dibangun di atas sebuah iman. Iman kepada keberadaan tuhan yang ikut campur dalam kehidupan. Tuhan yang penuh kasih kemanusiaan, tapi tak ada kasih manusia yang bisa menyamainya.
Tuhan yang menunjukkan jalan kehidupan yang penuh kenikmatan sejati daripada jalan kenikmatan duniawi yang tidak pasti. Jalan yang mudah diikuti orang - orang kebanyakan.
Tuhan yang memiliki sifat - sifat agung dan kemahaan. Darinya segalanya berawal dan kepadanya segalanya berakhir. Tak ada yang lebih hebat darinya.
Saat keyakinan pada tuhan yang demikian telah tercapai, beban - beban dan godaan - godaan kehidupan kini dapat ditaklukkan.
Ada dua cara menaklukkan berbagai keadaan, keadaan yang bisa disebut ujian dari tuhan. Tuhan dekat dengan semua manusia. Mereka dibedakan dari seberapa mereka dapat bertahan dari ujian kehidupan. Mereka yakin bahwa segala kenikmatan, kesakitan, penderitaan, kebahagiaan datangnya dari tuhan yang maha pengasih.
Dua cara tersebut adalah sabar dan syukur.
Saat ujian yang tidak mereka inginkan berupa kesakitan, keterpurukan, kerugian datang kepada mereka, mereka menggunakan cara pertama, sabar. Dengan mengingat bahwa penderitaan yang mereka dapat datang dari tuhan yang maha pengasih, penderitaan itu kini berubah menjadi sebuah kenikmatan yang lain. Penderitaan itu kini malah semakin mendekatkan dirinya dengan tuhannya. Seperti seorang anak dalam pelukan bapaknya saat ia demam kedinginan, tapi perlindungannya lebih dari itu karena datang dari yang mahabesar.
Dari situ ia dapat bertahan dari penderitaan dan melanjutkan jalannya dengan penuh kepastian. Mereka terus mengingat kebesaran dan keyakinan akan bantuan tuhannya di setiap langkahnya.
Saat tidak dalam tekanan atau malah mereka diangkat posisinya mereka menggunakan cara kedua, syukur. Dengan bersyukur ia bisa lebih merasakan kenikmatan. Tuhan telah berjanji dengan bersyukur saat mengalami kenikmatan maka ia akan menambahnya. Seperti sebelumnya, segala kenikmatan mereka yakini datangnya dari tuhan, bukan datang dan berlalu begitu saja tanpa asal dan tujuan. Segalanya berasal dan akan kembali kepada tuhan.
Setelah iman, sabar, syukur kemudian amal saleh. Empat kata tersebut berulang kali diucapkan dalam quran dan seperti menjadi pokok ajaran. Itulah sekiranya mungkin apa yang dapat disebut sebagai islam sejati, setidaknya menurut saya. Yaitu dengan meyerahkan segala sesuatunya kepada tuhan dengan tetap menjalani kehidupan.
Ditambah amal saleh atau kebaikan, maka semakin meneguhkan posisinya sebagai manusia yang tak dapat hidup sendirian. Manusia membutuhkan pertolongan dari sesamanya berupa dukungan, perlindungan. Bersama mereka lebih hebat dihadapan ketidakpastian kehidupan.
Itulah sebuah cara pandang atau jalan dari sekian banyak lainnya.
Cara saya mengumpulkan dan membuang serakan cabang saya sendiri memang ditentang oleh banyak orang, jika mereka tahu. Saya tak menghiraukan mereka, mereka saja hanya mengambil buah yang muncul dari serakan cabang yang telah disusun sebelumnya tanpa mengetahui untuk apa serakan itu disusun dan bagaimana latar belakang penyusunnya.
Sekarang, saya malah lebih mendapat pemandangan indah walau tanpa menyusun serakan cabang, yaitu dengan memandang batang besar terbengkalai yang kerap dilupakan. Batang yang masih melekat akar - akar mati padanya. Serakan cabang dan batang besar sekarang sudah seperti pohon - pohon yang lain di alam ini, betapa indahnya.
Islam, oleh pendirinya, dibangun di atas sebuah iman. Iman kepada keberadaan tuhan yang ikut campur dalam kehidupan. Tuhan yang penuh kasih kemanusiaan, tapi tak ada kasih manusia yang bisa menyamainya.
Tuhan yang menunjukkan jalan kehidupan yang penuh kenikmatan sejati daripada jalan kenikmatan duniawi yang tidak pasti. Jalan yang mudah diikuti orang - orang kebanyakan.
Tuhan yang memiliki sifat - sifat agung dan kemahaan. Darinya segalanya berawal dan kepadanya segalanya berakhir. Tak ada yang lebih hebat darinya.
Saat keyakinan pada tuhan yang demikian telah tercapai, beban - beban dan godaan - godaan kehidupan kini dapat ditaklukkan.
Ada dua cara menaklukkan berbagai keadaan, keadaan yang bisa disebut ujian dari tuhan. Tuhan dekat dengan semua manusia. Mereka dibedakan dari seberapa mereka dapat bertahan dari ujian kehidupan. Mereka yakin bahwa segala kenikmatan, kesakitan, penderitaan, kebahagiaan datangnya dari tuhan yang maha pengasih.
Dua cara tersebut adalah sabar dan syukur.
Saat ujian yang tidak mereka inginkan berupa kesakitan, keterpurukan, kerugian datang kepada mereka, mereka menggunakan cara pertama, sabar. Dengan mengingat bahwa penderitaan yang mereka dapat datang dari tuhan yang maha pengasih, penderitaan itu kini berubah menjadi sebuah kenikmatan yang lain. Penderitaan itu kini malah semakin mendekatkan dirinya dengan tuhannya. Seperti seorang anak dalam pelukan bapaknya saat ia demam kedinginan, tapi perlindungannya lebih dari itu karena datang dari yang mahabesar.
Dari situ ia dapat bertahan dari penderitaan dan melanjutkan jalannya dengan penuh kepastian. Mereka terus mengingat kebesaran dan keyakinan akan bantuan tuhannya di setiap langkahnya.
Saat tidak dalam tekanan atau malah mereka diangkat posisinya mereka menggunakan cara kedua, syukur. Dengan bersyukur ia bisa lebih merasakan kenikmatan. Tuhan telah berjanji dengan bersyukur saat mengalami kenikmatan maka ia akan menambahnya. Seperti sebelumnya, segala kenikmatan mereka yakini datangnya dari tuhan, bukan datang dan berlalu begitu saja tanpa asal dan tujuan. Segalanya berasal dan akan kembali kepada tuhan.
Setelah iman, sabar, syukur kemudian amal saleh. Empat kata tersebut berulang kali diucapkan dalam quran dan seperti menjadi pokok ajaran. Itulah sekiranya mungkin apa yang dapat disebut sebagai islam sejati, setidaknya menurut saya. Yaitu dengan meyerahkan segala sesuatunya kepada tuhan dengan tetap menjalani kehidupan.
Ditambah amal saleh atau kebaikan, maka semakin meneguhkan posisinya sebagai manusia yang tak dapat hidup sendirian. Manusia membutuhkan pertolongan dari sesamanya berupa dukungan, perlindungan. Bersama mereka lebih hebat dihadapan ketidakpastian kehidupan.
Itulah sebuah cara pandang atau jalan dari sekian banyak lainnya.
25.9.14
Ingatkah Kita,
Bahwa ini semua buatan kita.
Kita dulu satu menguasai segala sesuatu.
Kita segala sesuatu itu sendiri.
Tak ada awal, tak ada akhir, tak ada batas-batas yang
terbesar, tak ada batas-batas yang terkecil.
Kitalah ruang waktu.
Tak ada yang nyata atau imajinasi, yang ada hanyalah sebuah
kenyataan tunggal yang kita menguasainya.
Maka tentunya ingatan kita adalah kenyataan itu sendiri.
Kita bisa membuat diri kita semau kita, merasakannya secara
bersamaan, kemudian mengubahnya menjadi yang lain. Atau dengan kata lain,
mencipta dan memusnahkan semesta kita semau kita
Misal kita membuat sebuah kamar berbentuk kubus kemudian
mengamati diri kita dari dalam. Kita warnai dalamnya dengan warna merah.
-Bahkan warna merah itu adalah diri kita sendiri.-
Kita bisa mengamati diri kita secara bersamaan dari berbagai
sudut kamar, atau dari suatu sudut di dalam kamar.
Tak ada batas pengamatan kita. Jika kita ingin tahu
bagaimana keadaan di luar kamar kita bisa membuatnya sendiri.
Kamar itu tak mengambang di tempat manapun karena yang ada
adalah kamar itu sendiri.
Kita menguasai segala kemungkinan karena kita adalah
kemungkinan itu sendiri.
Kadang kita bisa mengentikan waktu. Pada waktu itu, kita
adalah apa yang kita pahami sekarang sebagai menghilang. Namun, bukan benar-benar
menghilang karena tak ada yang hilang, hanya berubah menjadi bentuk lain,
sewaktu-waktu kita bisa mengembalikannya.
Kita hanya menghentikan kesadaran kita pada satu perhatian
murni.
Dan karena kita kekal, kita tak pernah lelah mencipta dan
mengamati.
oo
Pada suatu kesempatan, --yang sebenarnya kita bisa selalu
berada dalam kesempatan itu, atau bergerak ke kesempatan lain, atau
kembali ke kesempatan itu, ingat, kita yang membuat kesempatan itu sendiri--
kita membuat sebuah permainan. Dalam permainan ada sebuah aturan, apakah kita
berkomitmen pada aturan itu atau tidak itu pilihan kita, dan kita memilih untuk
komit dalam beberapa jangka waktu.
Aturan permainannya adalah sebagai berikut :
Karena kita bisa menyadari segalanya bersamaan, kita juga
bisa membaginya dalam beberapa perhatian.
Kita bagi perhatian kita dan mengurungnya dalam beberapa
ruang kuasa / ruang kendali.
Suatu perhatian / kesadaran dalam sebuah ruang kuasa kita
buat sedemikian rupa sehingga kekuasaanya terbatas.
Sebuah ruang kuasa hanya bisa mengendalikan beberapa bagian
dalam ruangnya, dan beberapa bagian dalam ruang-ruang lain.
Kemudian kita membuat sebuah ruang besar yang sedikit sekali
bagiannya dapat dikendalikan oleh ruang-ruang kendali. Ruang besar yang
bergerak tanpa kendali dengan aturan pergerakan tertentu, yang aturannya juga
mengendalikan beberapa bagian dari ruang-ruang kendali.
Ruang besar akan memunculkan ruang kendali dan
memusnahkannya sesuai dengan aturan yang telah dibuat.
Ruang besar terus berevolusi, memunculkan dan memusnahkan
ruang-ruang kendali terus menerus secara bergantian.
Kita buat awal ruang besar yang begitu rapatnya kemudian
meledakkannya, mengembangkannya, terus berevolusi, memunculkan, dan memusnahkan
ruang-ruang kendali yang besar kecilnya beraneka ragam.
Tapi sebelum semua itu kita rangkai menjadi sebuah kejadian
runtut, kita perlu bersiap-siap untuk beberapa saat karena setelah
membagi kesadaran kita menjadi beberapa bagian dalam ruang-ruang kendali, kita
tidak akan bisa kembali kepada kesadaran total kita, karena aturan yang kita
buat sendiri melarangnya.
Kita akan terjebak dalam permainan itu sampai permainan yang
kita buat selesai.
Mungkin beberapa bagian dari kita akan sedikit ingat
bagaimana sebenarnya kita yaitu saat sejenak berhenti dan mengamati bagaimana
kebebasan perhatian kita dibatasi, kemudian memahami batas-batas itu.
Namun tetap saja, ia tak bisa lepas dari batas-batas ruang
besar itu sebelum permainan usai. Bukan saat ia sendiri dimusnahkan oleh ruang
besar, tapi saat ruang besar selesai melakukan tugasnya.
Batas-batas itu akan mengarahkan pilihan-pilihan ruang-ruang
kendali sedemikian rupa sehingga pilihan-plihannya cenderung sama.
Dari keterikatan itu, ruang kendali akan mengenal apa yang
akan mereka sebut sebagai rasa, emosi, bentuk, keindahan, dan kebenaran.
Disana akan muncul berbagai hubungan, konflik, cinta, kasih,
persaingan, kerjasama, dll.
Teriakan kegembiraan, rintihan, tangis, duka, semangat,
putus asa, akan terus silih berganti.
Ada yang menganggapnya siksaan, anugerah, atau sekedar masa
bodoh.
Dari keterbatasan, kebahagiaan, kesengsaraan, kita juga akan
mengenal totalitas kesadaran kita, tapi bagaimanapun totalitas kita telah
hilang.
Dan, . . . permainan telah berlangsung cukup lama.
24.9.14
What I Believe, at Least, Till Now
Kita sedang dan selalu akan dalam proses bertumbuh. Tak ada yang bertahan abadi. Tak ada yang suci, yang terbebas dari kritik, perubahan, dan pembenahan.
Di dalam dunia yang terucap, tak ada yang benar, kecuali, tak ada yang benar. Suatu hal hanya lebih elegan dari yang lain. Kebenaran itu mutlak, sempurna, abadi, total, konsisten, dan tak dapat dikompromikan. Kita sekedar mendekatinya, dengan keterbatasan kita, sampai kapanpun.
Cara kita mendekati kebenaran adalah dengan pengamatan, perenungan, percobaan, percakapan bersama, yang terus berlanjut turun temurun dalam sejarah. Tak ada seseorang yang memiliki otoritas mutak atas kebenaran kecuali otoritas itu monopoli politik belaka. Kita bersama membentuknya melalui pendekatan, bersama.
Sebelum kelahiran, sesudah kematian, yang tak tampak, yang paling besar, yang paling kecil, yang paling hebat, yang mendasari berbagai hal, tujuan dan jalan sejati, telah banyak spekulasi, mitos, doktrin, dan imajinasi - imajinasi kita tentang ini. Keterbatasan ditambah keingintahuan merangsang kita untuk menjelaskan hal - hal tersebut. Apalagi jika dikemas dengan takdir kita akan rasa sakit, ketakutan, penderitaan, kenikmatan, kebahagiaan, hubungan sosial, pandangan kita akan kebaikan, kerusakan, itu akan menjadi sebuah kerangka berpikir yang meyakinkan. Ditambah lagi pahala keabadian bagi yang mau mengikuti atau siksaan yang menakutkan bagi yang menolak. Bukankah dari dulu kita senang dikotak - kotakkan.
Kita sadar akan keberadaan kita sudah cukup lama. Cerita - cerita dari banyak orang yang mencari makna keberadaan. Dari bangsa Sumeria, Akkadia, Mesir Kuno, Arya, Dravida, Babilonia, Canaan, Viking, Yunani Kuno, Romawi Kuno, sampai peradaban modern. Namun, tak kunjung ditemukan makna sejatinya. Mungkin, kita hanya perlu berhenti mengkhawatirkan pengetahuan kita, dan perlahan sejenak menikmati. Menikmati keberadaan yang kita amati saat ini, tanpa bertanya, tanpa berpendapat. Hanya mengamati keberagamannya, cerah, redup, manis, pahit, sakit, relaks, gairah, tanpa membedakan mana yang enak yang kemudian perlu untuk didekati atau mana yang tak enak lalu dijauhi. Terima segalanya apa adanya, mungkin dari situ kita menemukan maknanya. Selain itu menyenangkan, itu akan menguatkan, dan mendewasakan diri kita.
Coba berbagai pengalaman. Membiasakan berani menghadapi segalanya. Berlatih berbagai keterampilan. Temukan hal - hal baru. Tak perlu takut salah, kesalahan tak akan selamanya menghapus kenikmatan. Ketika semua telah terbiasa itu hanya berjalan tanpa keinginan, kita tak akan bergantung kepadanya. Mungkin setiap kita bergerak semua seperti telah ada di depan kita dan kita tinggal berhubungan dengannya.
Di era ini, pemahaman kita terhadap alam semakin konsisten. Alam bergerak seperti itu adanya dalam proses evolusinya. Ia telah memilih sebuah jalan dari banyak kemungkinan dalam sebuah keberadaan. Sepertinya ia memaksa kita untuk berkompetisi, menjadi yang terbaik. Mungkin, kita perlu mengikuti kehendaknya. Tapi sudah lama kita berkompetisi, berperang berebut kekuasaan, mempertahankan ideologi sampai mati, bukankah seharusnya itu mendewasakan kita dan membenahi cara kita berkompetisi. Kita telah membuat aturan tentang hak - hak setiap manusia, itu bagus. Kita di atas karena tentunya ada yang di bawah kita, kita berhasil tak mungkin tanpa bantuan mereka, dari semua itu kita hanya perlu berterima kasih dan berbagi kepada mereka. Tak perlu fanatik, tak perlu menggebu - gebu, berjalanlah secara elegan, tanpa menghilangkan semangat dan kepercayaan diri. Dari pada terlalu berharap dan memaksa, lebih baik mengikuti, menikmati, dan terus bergerak cukup sekedar agar semua terus berjalan.
Mungkin seharusnya kita lupakan tujuan sejati dari keberadaan. Bukan berarti keberadaan kita tak bermakna dan hanya sia - sia. Kita terima ini apa adanya tanpa mengharapkan keabadian, kesempurnaan, dan totalitas. Bukankah telah kita saksikan berbagai cara untuk hidup, semua dihiasi kenikmatan dan penderitaan. Kita sepakat bahwa kita semua mencari kenikmatan, lalu apakah tujuan adanya kita adalah untuk itu, lupakan. Yang jelas, kenikmatan tak akan kita dapat jika kita memakannya sendirian, kita perlu berbagi seperti halnya kita perlu makan.
Berbagai jalan kehidupan sudah dikehendaki untuk ada, tak perlu kita memaksakan satu jalan sebagai kebenaran. Toh suatu jalan juga sebenarnya juga tak setipis rambut.
Bumi bulat,
berbagai jalan dibuat,
tapi setiap permukaan bisa untuk lewat,
tak ada tujuan yang tepat,
hanya terus berjalan sambil merasakan nikmat.
Kita dihakimi bukan karena kemarahan kita, tapi oleh kemarahan kita. Mengasihi maka dikasihi, memahami maka dipahami, memperhatikan maka diperhatikan, menghormati maka dihormati, membenci maka dibenci, merusak maka dirusak. Walaupun tak harus linier tapi sepertinya kausal deterministik. Dan semuanya sepertinya satu, bergerak bersama, bergetar bersama dalam satu pilihan jalan yang lebar. Tak peduli apakah kehendak bebas benar - benar ada ataukah hanya perasaan kita saja. Kapasitas kita belum sampai untuk dapat menjawabnya.
Di dalam dunia yang terucap, tak ada yang benar, kecuali, tak ada yang benar. Suatu hal hanya lebih elegan dari yang lain. Kebenaran itu mutlak, sempurna, abadi, total, konsisten, dan tak dapat dikompromikan. Kita sekedar mendekatinya, dengan keterbatasan kita, sampai kapanpun.
Cara kita mendekati kebenaran adalah dengan pengamatan, perenungan, percobaan, percakapan bersama, yang terus berlanjut turun temurun dalam sejarah. Tak ada seseorang yang memiliki otoritas mutak atas kebenaran kecuali otoritas itu monopoli politik belaka. Kita bersama membentuknya melalui pendekatan, bersama.
Sebelum kelahiran, sesudah kematian, yang tak tampak, yang paling besar, yang paling kecil, yang paling hebat, yang mendasari berbagai hal, tujuan dan jalan sejati, telah banyak spekulasi, mitos, doktrin, dan imajinasi - imajinasi kita tentang ini. Keterbatasan ditambah keingintahuan merangsang kita untuk menjelaskan hal - hal tersebut. Apalagi jika dikemas dengan takdir kita akan rasa sakit, ketakutan, penderitaan, kenikmatan, kebahagiaan, hubungan sosial, pandangan kita akan kebaikan, kerusakan, itu akan menjadi sebuah kerangka berpikir yang meyakinkan. Ditambah lagi pahala keabadian bagi yang mau mengikuti atau siksaan yang menakutkan bagi yang menolak. Bukankah dari dulu kita senang dikotak - kotakkan.
Kita sadar akan keberadaan kita sudah cukup lama. Cerita - cerita dari banyak orang yang mencari makna keberadaan. Dari bangsa Sumeria, Akkadia, Mesir Kuno, Arya, Dravida, Babilonia, Canaan, Viking, Yunani Kuno, Romawi Kuno, sampai peradaban modern. Namun, tak kunjung ditemukan makna sejatinya. Mungkin, kita hanya perlu berhenti mengkhawatirkan pengetahuan kita, dan perlahan sejenak menikmati. Menikmati keberadaan yang kita amati saat ini, tanpa bertanya, tanpa berpendapat. Hanya mengamati keberagamannya, cerah, redup, manis, pahit, sakit, relaks, gairah, tanpa membedakan mana yang enak yang kemudian perlu untuk didekati atau mana yang tak enak lalu dijauhi. Terima segalanya apa adanya, mungkin dari situ kita menemukan maknanya. Selain itu menyenangkan, itu akan menguatkan, dan mendewasakan diri kita.
Coba berbagai pengalaman. Membiasakan berani menghadapi segalanya. Berlatih berbagai keterampilan. Temukan hal - hal baru. Tak perlu takut salah, kesalahan tak akan selamanya menghapus kenikmatan. Ketika semua telah terbiasa itu hanya berjalan tanpa keinginan, kita tak akan bergantung kepadanya. Mungkin setiap kita bergerak semua seperti telah ada di depan kita dan kita tinggal berhubungan dengannya.
Di era ini, pemahaman kita terhadap alam semakin konsisten. Alam bergerak seperti itu adanya dalam proses evolusinya. Ia telah memilih sebuah jalan dari banyak kemungkinan dalam sebuah keberadaan. Sepertinya ia memaksa kita untuk berkompetisi, menjadi yang terbaik. Mungkin, kita perlu mengikuti kehendaknya. Tapi sudah lama kita berkompetisi, berperang berebut kekuasaan, mempertahankan ideologi sampai mati, bukankah seharusnya itu mendewasakan kita dan membenahi cara kita berkompetisi. Kita telah membuat aturan tentang hak - hak setiap manusia, itu bagus. Kita di atas karena tentunya ada yang di bawah kita, kita berhasil tak mungkin tanpa bantuan mereka, dari semua itu kita hanya perlu berterima kasih dan berbagi kepada mereka. Tak perlu fanatik, tak perlu menggebu - gebu, berjalanlah secara elegan, tanpa menghilangkan semangat dan kepercayaan diri. Dari pada terlalu berharap dan memaksa, lebih baik mengikuti, menikmati, dan terus bergerak cukup sekedar agar semua terus berjalan.
Mungkin seharusnya kita lupakan tujuan sejati dari keberadaan. Bukan berarti keberadaan kita tak bermakna dan hanya sia - sia. Kita terima ini apa adanya tanpa mengharapkan keabadian, kesempurnaan, dan totalitas. Bukankah telah kita saksikan berbagai cara untuk hidup, semua dihiasi kenikmatan dan penderitaan. Kita sepakat bahwa kita semua mencari kenikmatan, lalu apakah tujuan adanya kita adalah untuk itu, lupakan. Yang jelas, kenikmatan tak akan kita dapat jika kita memakannya sendirian, kita perlu berbagi seperti halnya kita perlu makan.
Berbagai jalan kehidupan sudah dikehendaki untuk ada, tak perlu kita memaksakan satu jalan sebagai kebenaran. Toh suatu jalan juga sebenarnya juga tak setipis rambut.
Bumi bulat,
berbagai jalan dibuat,
tapi setiap permukaan bisa untuk lewat,
tak ada tujuan yang tepat,
hanya terus berjalan sambil merasakan nikmat.
Kita dihakimi bukan karena kemarahan kita, tapi oleh kemarahan kita. Mengasihi maka dikasihi, memahami maka dipahami, memperhatikan maka diperhatikan, menghormati maka dihormati, membenci maka dibenci, merusak maka dirusak. Walaupun tak harus linier tapi sepertinya kausal deterministik. Dan semuanya sepertinya satu, bergerak bersama, bergetar bersama dalam satu pilihan jalan yang lebar. Tak peduli apakah kehendak bebas benar - benar ada ataukah hanya perasaan kita saja. Kapasitas kita belum sampai untuk dapat menjawabnya.
19.9.14
Puja Orang Biasa
Orang biasa tak banyak asa
Sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya
Tak paham dan tak menginginkan kekekalan, kesempurnaan
Tapi dirinya dipenuhi kebahagiaan.
Tak harus mengerti manifol multi dimensi
Cukup seonggok besi atau permata tiga sisi
ditambah sedikit kelengkungan atau tepian
Bagi mereka itu pun jadi.
Tak harus pikiran kemana - mana
melampau jauh ke luar angkasa
Cukup di bumi tempat mereka.
Tilik kembali para filsuf, resi, atau nabi
Mereka terlalu utopia,
Berharap kenyataan lebih dari apa yang ada
Entah surga ataupun nirvana.
Sebuah pertanyaan dari filsuf, resi, atau nabi,
"Bagaimana bisa ia mendekati barang sekotor itu
lalu bertahan cukup lama dari kebosanan."
Itu karena orang biasa tak punya keinginan
yang nyeleneh, neko - neko,dan terlalu dilebihkan
Keterbasan barang disini masih cukup
sekedar untuk mengisi umur mereka.
Para suci banyak berkesimpulan
keinginan mendatangkan penderitaan.
Apakah akherat, penyatuan, pembebasan, keselamatan
bukan keinginan, bahkan terlalu tinggi untuk dicapai
yang jika mengetahui itu tak ada
sakitnya menyamai jatuh dari tempat tertinggi.
Mungkin para suci terlalu banyak menyendiri
ditambah pertapaan yang melelahkan tanpa hasil
Ia belum mencoba, bersama-sama, kemudian menerima,
Bahwa memang hanya seperti inilah kita.
heghmmhh, tapi itu sudah cukup luar biasa.
ya .. . . .. ya .. ... ..
Cukup seperti ini adanya,
Belajar menerima, dan
Mari bermain,
seadanya saja.
Sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya
Tak paham dan tak menginginkan kekekalan, kesempurnaan
Tapi dirinya dipenuhi kebahagiaan.
Tak harus mengerti manifol multi dimensi
Cukup seonggok besi atau permata tiga sisi
ditambah sedikit kelengkungan atau tepian
Bagi mereka itu pun jadi.
Tak harus pikiran kemana - mana
melampau jauh ke luar angkasa
Cukup di bumi tempat mereka.
Tilik kembali para filsuf, resi, atau nabi
Mereka terlalu utopia,
Berharap kenyataan lebih dari apa yang ada
Entah surga ataupun nirvana.
Sebuah pertanyaan dari filsuf, resi, atau nabi,
"Bagaimana bisa ia mendekati barang sekotor itu
lalu bertahan cukup lama dari kebosanan."
Itu karena orang biasa tak punya keinginan
yang nyeleneh, neko - neko,dan terlalu dilebihkan
Keterbasan barang disini masih cukup
sekedar untuk mengisi umur mereka.
Para suci banyak berkesimpulan
keinginan mendatangkan penderitaan.
Apakah akherat, penyatuan, pembebasan, keselamatan
bukan keinginan, bahkan terlalu tinggi untuk dicapai
yang jika mengetahui itu tak ada
sakitnya menyamai jatuh dari tempat tertinggi.
Mungkin para suci terlalu banyak menyendiri
ditambah pertapaan yang melelahkan tanpa hasil
Ia belum mencoba, bersama-sama, kemudian menerima,
Bahwa memang hanya seperti inilah kita.
heghmmhh, tapi itu sudah cukup luar biasa.
ya .. . . .. ya .. ... ..
Cukup seperti ini adanya,
Belajar menerima, dan
Mari bermain,
seadanya saja.
13.9.14
12.9.14
Penggabungan Ulang
Kau.
Telah cukup lama aku merasa bersamamu.
Meminta segala hal
perlindungan dari penderitaan, ketakutan
pengampunan karena kesalahan
keyakinan atas pilihan
dan banyak hal lain.
Aku merasa terlalu lemah di hadapmu
hingga perlu untuk menyerahkan
diriku kepadamu.
Segalanya seperti bagian dari kuasamu.
Kenikmatan yang ku dapat setiap saat
ku anggap karuniamu.
Karenanya aku merasa perlu berterimakasih padamu.
Keagungan, keindahan, dan kesempurnaanmu
membuatku merasa perlu memuja - mujamu.
Tapi sekarang
setelah sekian lama meminta dan memuja,
mendengar berbagai cerita
tentang permintaan dan pemujaan,
akhirnya aku menyadari,
kesadaran yang hampir mencapai kematangan.
Bahwa
Permintaan menghilangkan kekuatan, memunculkan kelemahan.
Segala kata pujaan hanya akan merusak kesempurnaanmu.
Segala ketakterbatasanmu ku batasi dengan kata - kata
dari keterbatasan pengetahuan dan keinginanku.
Padahal kau menguasai segala sesuatu,
berada dalam segala waktu.
Aku hanya perlu merasa, menerima
segala kekuasaan dan karuniamu dengan penuh perhatian.
Perhatian pada rasa dan pengalaman.
Perhatian pada kesekarangan yang berlapis menuju kedalaman.
Kesekarangan yang bahkan menghapus semua waktu.
Untuk selalu bersamamu
tenggelam dalam kedamaian.
Telah cukup lama aku merasa bersamamu.
Meminta segala hal
perlindungan dari penderitaan, ketakutan
pengampunan karena kesalahan
keyakinan atas pilihan
dan banyak hal lain.
Aku merasa terlalu lemah di hadapmu
hingga perlu untuk menyerahkan
diriku kepadamu.
Segalanya seperti bagian dari kuasamu.
Kenikmatan yang ku dapat setiap saat
ku anggap karuniamu.
Karenanya aku merasa perlu berterimakasih padamu.
Keagungan, keindahan, dan kesempurnaanmu
membuatku merasa perlu memuja - mujamu.
Tapi sekarang
setelah sekian lama meminta dan memuja,
mendengar berbagai cerita
tentang permintaan dan pemujaan,
akhirnya aku menyadari,
kesadaran yang hampir mencapai kematangan.
Bahwa
Permintaan menghilangkan kekuatan, memunculkan kelemahan.
Segala kata pujaan hanya akan merusak kesempurnaanmu.
Segala ketakterbatasanmu ku batasi dengan kata - kata
dari keterbatasan pengetahuan dan keinginanku.
Padahal kau menguasai segala sesuatu,
berada dalam segala waktu.
Aku hanya perlu merasa, menerima
segala kekuasaan dan karuniamu dengan penuh perhatian.
Perhatian pada rasa dan pengalaman.
Perhatian pada kesekarangan yang berlapis menuju kedalaman.
Kesekarangan yang bahkan menghapus semua waktu.
Untuk selalu bersamamu
tenggelam dalam kedamaian.
11.9.14
Sembunyi dan Mencari
Aku hanya meneruskan,
persembunyianmu belum ditemukan.
Kau terlalu pandai menjadi semu
menyatu dengan tempatmu.
Kini ku korbankan diri
untuk mengungkap kata kalah.
Sebelum kau keluar dari tempatmu
menuju kepadaku
aku akan sembunyi terlebih dahulu.
Giliranku bersembunyi lepas darimu.
Tanpa menyuruhmu menemukanku.
Hanya ingin mencoba bertahan
tanpa panggilan dan pencarian.
Mungkin nanti tempatku memanas
memengapkan pernafasanku.
Semoga aku bisa bertahan.
Jika tidak,
semoga panggilanku masih bisa
mengundangmu untuk menolongku
keluar dari tempatku.
persembunyianmu belum ditemukan.
Kau terlalu pandai menjadi semu
menyatu dengan tempatmu.
Kini ku korbankan diri
untuk mengungkap kata kalah.
Sebelum kau keluar dari tempatmu
menuju kepadaku
aku akan sembunyi terlebih dahulu.
Giliranku bersembunyi lepas darimu.
Tanpa menyuruhmu menemukanku.
Hanya ingin mencoba bertahan
tanpa panggilan dan pencarian.
Mungkin nanti tempatku memanas
memengapkan pernafasanku.
Semoga aku bisa bertahan.
Jika tidak,
semoga panggilanku masih bisa
mengundangmu untuk menolongku
keluar dari tempatku.
10.9.14
Dekalog Kebebasan: 10 Perintah Bertrand Russell
Jangan merasa benar-benar yakin tentang apa pun.
Jangan berpikir suatu hal bernilai, sementara melanjutkannya dengan menyembunyikan bukti, karena bukti yang pasti datang seperti cahaya.
Jangan pernah mencoba mencegah pemikiran yang Anda yakin itu akan berhasil.
Ketika Anda bertemu dengan oposisi, bahkan jika itu harus dari suami atau anak-anak Anda, berusahalah untuk mengatasinya dengan argumen, bukan otoritas, kemenangan yang bergantung otoritas itu tidak nyata.
Jangan menghormati otoritas orang lain, karena akan selalu ada otoritas lawan yang dapat ditemukan.
Jangan gunakan kekuasaan untuk menekan suatu pendapat yang anda anggap bermasalah, karena jika Anda melakukannya, pendapat tersebut malah akan menekan Anda.
Jangan takut untuk menjadi eksentrik dalam berpendapat, untuk setiap opini yang sekarang diterima dulu pernah menjadi eksentrik.
Cari lebih banyak kesenangan dalam perbedaan pendapat cerdas daripada dalam perjanjian pasif, karena, jika Anda menghargai kecerdasan sebaik-baiknya, para pendahulu menyiratkan kesepakatan yang lebih dalam daripada generasi terakhir.
Jadilah orang jujur, bahkan jika kebenaran itu tidak nyaman, lebih nyaman ketika Anda mencoba untuk menyembunyikannya.
Jangan merasa iri dengan kebahagiaan mereka yang tinggal di surga orang bodoh, hanya orang bodoh akan berpikir bahwa itu adalah kebahagiaan.
Jangan berpikir suatu hal bernilai, sementara melanjutkannya dengan menyembunyikan bukti, karena bukti yang pasti datang seperti cahaya.
Jangan pernah mencoba mencegah pemikiran yang Anda yakin itu akan berhasil.
Ketika Anda bertemu dengan oposisi, bahkan jika itu harus dari suami atau anak-anak Anda, berusahalah untuk mengatasinya dengan argumen, bukan otoritas, kemenangan yang bergantung otoritas itu tidak nyata.
Jangan menghormati otoritas orang lain, karena akan selalu ada otoritas lawan yang dapat ditemukan.
Jangan gunakan kekuasaan untuk menekan suatu pendapat yang anda anggap bermasalah, karena jika Anda melakukannya, pendapat tersebut malah akan menekan Anda.
Jangan takut untuk menjadi eksentrik dalam berpendapat, untuk setiap opini yang sekarang diterima dulu pernah menjadi eksentrik.
Cari lebih banyak kesenangan dalam perbedaan pendapat cerdas daripada dalam perjanjian pasif, karena, jika Anda menghargai kecerdasan sebaik-baiknya, para pendahulu menyiratkan kesepakatan yang lebih dalam daripada generasi terakhir.
Jadilah orang jujur, bahkan jika kebenaran itu tidak nyaman, lebih nyaman ketika Anda mencoba untuk menyembunyikannya.
Jangan merasa iri dengan kebahagiaan mereka yang tinggal di surga orang bodoh, hanya orang bodoh akan berpikir bahwa itu adalah kebahagiaan.
4.9.14
Jika aku menjadi tuan.
Aku akan melakukan seperti yang tuan lakukan.
Membuat drama di atas penderitaan yang rumit yang aku bisa menyaksikannya dari kejauhan.
Awalnya aku akan membuat hukum yang akan berevolusi sesuai dengan rencanaku.
Di tengah - tengah evolusinya, aku akan munculkan buih - buih kecil di tengah lautan kepastian bergelombang besar nan luas.
Buih yang tak terpengaruh dengan kepastian, rencana yang telah aku buat sebelumnya.
Dari sana, aku bisa menyaksikan berbagai cerita, yang aku tak pernah tahu sebelumnya bagaimana akhirnya.
-Kau seharusnya tahu, aku ini maha tahu maha bisa.-
Pasti akan ada banyak buih yang tak bisa menahan gelombang besar yang telah aku buat.
Tapi aku tak akan tahu saat gelombang yang aku ciptakan menerpa sebuah buih, dia akan bertahan atau tidak.
Di sinilah serunya.
Sekarang bayangkan aku yang maha tahu maha bisa, apa gunanya hidupku, keadaanku.
Maka aku ciptakan sesuatu yang tidak aku ketahui, aku percikkan kebebasan pada hal tersebut.
Walau demikian, aku pasti akan bosan dengan nya.
Maka aku selipkan pembersihan dalam rencanaku.
Pembersihan dari semua buih bahkan semua gelombang.
Membuat drama di atas penderitaan yang rumit yang aku bisa menyaksikannya dari kejauhan.
Awalnya aku akan membuat hukum yang akan berevolusi sesuai dengan rencanaku.
Di tengah - tengah evolusinya, aku akan munculkan buih - buih kecil di tengah lautan kepastian bergelombang besar nan luas.
Buih yang tak terpengaruh dengan kepastian, rencana yang telah aku buat sebelumnya.
Dari sana, aku bisa menyaksikan berbagai cerita, yang aku tak pernah tahu sebelumnya bagaimana akhirnya.
-Kau seharusnya tahu, aku ini maha tahu maha bisa.-
Pasti akan ada banyak buih yang tak bisa menahan gelombang besar yang telah aku buat.
Tapi aku tak akan tahu saat gelombang yang aku ciptakan menerpa sebuah buih, dia akan bertahan atau tidak.
Di sinilah serunya.
Sekarang bayangkan aku yang maha tahu maha bisa, apa gunanya hidupku, keadaanku.
Maka aku ciptakan sesuatu yang tidak aku ketahui, aku percikkan kebebasan pada hal tersebut.
Walau demikian, aku pasti akan bosan dengan nya.
Maka aku selipkan pembersihan dalam rencanaku.
Pembersihan dari semua buih bahkan semua gelombang.
30.8.14
Kehilangan
Ada yang hilang karena sebelumnya ada yang dimiliki, ada yang dimiliki karena ada batas antara aku dan bukan aku.
Kehilangan karena yang ada berubah menjadi yang lain.
Kehilangan apa yang telah diberikan tanpa diminta atau kehilangan apa yang didapat setelah dicari.
Intensitasnya tergantung hubungan kita dengan apa yang hilang. Semakin lama kita berhubungan atau semakin banyak apa yang hilang memberikan reaksi positif kepada kita semakin anda tahu sendiri bagaimana rasanya.
Kata orang bijak, "jangan menginginkan pemberian kembali. ., sekedar berbuat baiklah dengan 'apapun yang ada', nikmati aksimu bukan reaksinya".
Tapi bagaimana jika kita tak menemukannya kembali, bagaimana kita bisa mendapat kebaikan darinya, kita belum pernah menemui sensasi yang sama seperti itu, sesuatu yang tiap hari kita mendapat kenikmatan dan kedamaian darinya.
"Itu berarti kau masih menginginkan pemberian kembali. Ke-ada-anmu, kehendakmu, adalah dasar dari segala aksimu, nikmati itu!" lanjut orang bijak.
Kehilangan karena yang ada berubah menjadi yang lain.
Kehilangan apa yang telah diberikan tanpa diminta atau kehilangan apa yang didapat setelah dicari.
Intensitasnya tergantung hubungan kita dengan apa yang hilang. Semakin lama kita berhubungan atau semakin banyak apa yang hilang memberikan reaksi positif kepada kita semakin anda tahu sendiri bagaimana rasanya.
Kata orang bijak, "jangan menginginkan pemberian kembali. ., sekedar berbuat baiklah dengan 'apapun yang ada', nikmati aksimu bukan reaksinya".
Tapi bagaimana jika kita tak menemukannya kembali, bagaimana kita bisa mendapat kebaikan darinya, kita belum pernah menemui sensasi yang sama seperti itu, sesuatu yang tiap hari kita mendapat kenikmatan dan kedamaian darinya.
"Itu berarti kau masih menginginkan pemberian kembali. Ke-ada-anmu, kehendakmu, adalah dasar dari segala aksimu, nikmati itu!" lanjut orang bijak.
Menjadi Sekarang
Menjadi sekarang, mengamati apa yang sedang terjadi, dan apa yang ada dengan penuh perhatian.
Menjadi sekarang, membiarkan berbagai hal memasuki pikiran tanpa menilai baik dan buruknya.
Menjadi sekarang, tanpa mengkhawatirkan apa yang telah dilakukan atau apapun akibatnya di masa depan.
Menjadi sekarang, betapapun sakitnya, itu masalah keanekaragaman rasa, tak ada yang benar - benar berlawanan.
Menjadi sekarang, tanpa kata, tanpa makna, hanya merasa.
Menjadi sekarang, membiarkan berbagai hal memasuki pikiran tanpa menilai baik dan buruknya.
Menjadi sekarang, tanpa mengkhawatirkan apa yang telah dilakukan atau apapun akibatnya di masa depan.
Menjadi sekarang, betapapun sakitnya, itu masalah keanekaragaman rasa, tak ada yang benar - benar berlawanan.
Menjadi sekarang, tanpa kata, tanpa makna, hanya merasa.